Langsung ke konten utama

Halfmath, My Infernality dan Perjalanan Panjang Menuju "Funk" yang Matang


"Mari menolak (menjadi) tua!"

Mungkin demikian yang hendak disampaikan oleh 5 sekawan Anggara Mulia, Bondan Prakoso, Arlonsy (Onci) Miraldi, Robby Wibowo, dan Iman Taufik Rachman (Iman J-Rocks) dalam dua rilisan band "reunian" mereka: Halfmath.

Halfmath baru merilis dua lagu (saat catatan ini dibuat) di akun YouTube mereka di Juni 2023 ini. Kedua lagu itu berjudul "Wait and See" serta "My Infernality".

Saya tidak membahas "Wait and See" pada artikel ini. Bagi saya, "Wait and See" hanya sekadar "say hello" kepada para penggemar Funky Kopral yang selalu bertanya kapan mereka akan reunian.

Yup, Halfmath adalah Funky Kopral di awal mereka masuk belantika musik Indonesia sekitar tahun 2000-an dahulu --minus Kristo, sang gitaris pendamping Onci.

Masa muda --dan berbahaya-- saya (hahaha...) tidak lepas dari gempuran Funky Kopral. Pada masa itu, lagu-lagu Funky Kopral, Red Hot Chili Pepper dan Pas Band adalah "obat ganteng" buat bassist di atas panggung.

Band saya dahulu, The Borokokok, juga selalu men-cover lagu-lagu tiga band itu. Dan memang, tampang minus ini menjadi plus --bahkan lebih dari plus, saat membetot bass memainkan lagu band-band tersebut.


My Infernality dan Funk yang Matang

Ritem lagu ini dimainkan dengan seksi oleh Iman dan Onci. Cabikan Iman yang membuat ingin bergoyang ditimpali secara gemulai oleh kocokan khas funk oleh Onci.

Sekilas terdengar agak funkadelic dengan penekanan pada ritem nan dinamis dan sentuhan distorsi yang ringan.

Betotan bass dari Bondan pada lagu ini terdengar mengambil porsi yang "sewajarnya". Jauh berbeda pada saat di awal Funky Kopral yang sangat mendominasi.

Terasa, perjalanan musiknya membuat Bondan lebih matang, meski tetap ada bagian solo yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi ciri khasnya --distorsi bass.

Kemudian permainan gitar Onci mengingatkan saya pada frontman band Extreme, Nuno Bettencourt. Permainan melodi-riff-fill in Onci di lagu ini terasa lebih berjiwa.

Secara umum, My Infernality --bagi saya, menjadi penanda kedewasaan personel Funky Kopral dalam perjalanan musik mereka. Ya, seperti dewasanya Red Hot Chili Pepper di album Califonication pasca Jhon Frusciante kembali bergabung sampai sekarang.

Tabik...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencari Radin Intan, Pergolakan di Tengah Penjajahan dan Pengkhianatan

Kisah perjuangan sosok Radin Intan II dalam menghalau penjajah Belanda penuh dengan pergolakan batin, keringat, darah dan air mata. Pahlawan kebanggaan masyarakat Lampung ini harus berjuang di tengah pengkhianatan saudara dan trik adu domba para penjajah untuk menguasai Lampung. Begitulah bagaimana lakon “Dimana Engkau Radin” membangun alur kisah kepahlawan Radin Intan II, perlahan namun mengaduk emosi dalam pementasan yang digelar oleh Teater 1 Lampung pada Kamis (5/12/2024) tersebut. Epos ini dimulai dengan gambaran kekejaman penjajah yang memperbudak masyarakat Lampung. Kasta dan "previllage" dimanfaatkan Belanda untuk mengeruk kekayaan rempah-rempah di Bumi Lampung. Perbudakan yang kejam dan membuat masyarakat hancur digambarkan dengan jeli oleh Teater 1 melalui erangan, geleparan, karung-karung berisi potongan tubuh manusia, hingga orang hilir mudik dalam posisi membungkuk. Kesengsaraan masyarakat diperparah dengan sikap para bangsawan yang hidup bergelimang harta dan pe...

Motif Kain Kapal Lampung Menyambut di "Gerbang Kota" Amsterdam

Motif tradisional khas Lampung, yakni Kain Kapal, menjadi insipirasi seni instalasi di Centraal Station yang merupakan "gerbang kota" Amsterdam di Belanda. Kemunculan kekayaan tradisi Lampung di Benua Biru ini bermula dari foto yang diunggah oleh Robert Van Den Bos, Direktur Eppax Performing Arts (Belanda) di akun Facebook miliknya pada 27 Agustus 2020 lalu. “The new Amsterdam subway station tiled with a traditional Indonesian Palepai (ship cloth) from the Lampung Province in Sumatera – Indonesia,” tulis Robert dalam akun Facebook. Dari foto Robert, seni instalasi tersebut terlihat ditampilkan di pintu masuk stasiun yang juga terkenal sebagai galeri seni dan "pintu gerbang" Amsterdam.  Motif khas Kain Kapal berupa border (batas) yang terdiri dari tiga lapis dan motif utama berupa jung atau kapal dengan ciri bentuk tegas dan bersiku mendominasi seni instalasi tersebut. Motif utama lain dari Kain Kapal juga diberi porsi besar, yakni unsur bentuk manusia, tumbuhan dan ...

“Load”, Keseimbangan Gender Suku Pepadun Mencari Jawaban di Zurich

Musim panas masih berlangsung di Eropa. Namun cuaca di Rote Fabrik, Wollishofen, Zurich, seperti sudah memasuki musim gugur. Ditambah embusan angin dari Telaga Zurich, siapa pun yang salah kostum, harus menanggung akibatnya. Salah satunya adalah Ayu Permata Sari dan Nia Agustina. Ayu, penari kelahiran Lampung itu, beberapa kali membetulkan kerudungnya. Sementara Nia, dramaturg-nya, juga sibuk menata sweater tenunan Sumba. Kendati demikian, Swiss, negara dengan bentang alam indah namun kerap dikerkahi cuaca kurang bersahabat itu, tidak membuat utusan Indonesia dalam ajang bergengsi di Zurich Theater Spektakel itu, kehilangan keramahannya. Keduanya dengan sabar melayani beberapa komunitas Indonesia yang menemuinya, empat jam sebelum pentas perdananya. Beberapa orang lokal yang menyapanya, juga disambutnya dengan keramahan Indonesia. Load, judul tarian tunggal yang dimainkan Ayu, memang pertama kali akan dipentaskan di Zurich. Tiga hari berturut turut, dari 26 sampai dengan 28 Agustus 202...