Langsung ke konten utama

Cerita Liburan Kecil Kaum Urban: "Naik Odong-odong, Goceng Jadilah Buat Anak Senang"

ODONG-ODONG
Sejumlah anak-anak bermain odong-odong di pelataran parkir toko pakaian grosir di Jalan Imam Bonjol, Bandar Lampung, Minggu (18/9/2022) malam. Tarif wahana sederhana ini Rp5.000 untuk lima lagu.

Suasana toko pakaian grosir di Jalan Imam Bonjol, Bandar Lampung pada Minggu (18/9/2022) malam ramai seperti biasa.

Beberapa gadis muda berkerumun memilih kain hijab dan pakaian lalu mencocokkannya, diantara mereka tertawa geli saat salah mengambil pakaian ukuran anak kecil.

Di pelataran parkir, riuh lagu anak-anak "Kalau Kau Suka Hati" mengalun dari pengeras suara di sela derit rel wahana kereta tarik otomatis.

Odong-odong, akrab orang menyebutnya.

"Kalau kau suka hati sorak hore...."

"Hore!" seru anak-anak yang sedang menaiki odong-odong spontan berseru mengikuti lagu itu. Beberapa diantaranya bahkan sempat berdiri meski kemudian diperingati orangtuanya.

Suasana ceria layaknya sekolah PAUD/TK tergambar di sekitar wahana sederhana kaum urban tersebut.

Hanya dengan sepeda dan skuter listrik bekas beragam warna dan tema, dari polisi hingga retro, kaum urban bisa melepaskan senyum melihat buah hati mereka bersenang-senang.

Indra Jamaluddin (36) warga Kelurahan Segala Mider, Bandar Lampung mengaku naik odong-odong sudah seperti liburan mingguan bersama dua putranya.

"Ya murah-murah aja, goceng (Rp5.000) sekali naik jadilah, yang penting anak-anak senang," kata Jamal sambil menunjuk kedua putranya yang asyik naik odong-odong, Minggu malam.

Jamal mengatakan, hiburan seperti ini yang paling sanggup dia berikan setiap akhir pekan untuk buah hatinya.

"Dua anak jadi ceban (Rp10.000), nggak beratlah, Bang. Lumayan juga lima lagu sekitar 15 menitlah," kata Jamal.

Begitu juga dengan Wahyudin Yusuf (34) warga Kelurahan Langkapura. Meski tidak rutin setiap akhir pekan, hiburan rakyat ini yang menurutnya paling pas dengan isi kantongnya.

"Pengennya ke pantai sih, cuma agak berat sekarang, pasti keluar banyak uang. Yah, yang beginilah, cukup bikin anak senang aja kita juga udah ikut senang," kata Yusuf.

Sebenarnya, di dekat rumah Yusuf juga ada odong-odong, tetapi lagu-lagu yang diputar tidak sesuai dengan umur anaknya.

"Ada dekat rumah, tapi masak lagunya koplo, dangdut elekton, bagus di sini, lagu anak-anak," kata Yusuf.

Sementara itu, penjaga wahana odong-odong, Davit (28) mengatakan, tarif untuk menikmati permainan itu hanya Rp5.000 per lima lagu.

"Goceng aja bang, lima lagu," kata Davit.

Tetapi ketentuan itu situasional, jika pengunjung sepi terkadang Rp5.000 bisa lebih dari lima lagu.

"Lumayan sekarang, Bang, saya mulai buka jam 5 sore sampe jam 10an, bisa sekitar 20 anak yang naik, kalau malam minggu biasanya lebih dari itu," kata Davit.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencari Radin Intan, Pergolakan di Tengah Penjajahan dan Pengkhianatan

Kisah perjuangan sosok Radin Intan II dalam menghalau penjajah Belanda penuh dengan pergolakan batin, keringat, darah dan air mata. Pahlawan kebanggaan masyarakat Lampung ini harus berjuang di tengah pengkhianatan saudara dan trik adu domba para penjajah untuk menguasai Lampung. Begitulah bagaimana lakon “Dimana Engkau Radin” membangun alur kisah kepahlawan Radin Intan II, perlahan namun mengaduk emosi dalam pementasan yang digelar oleh Teater 1 Lampung pada Kamis (5/12/2024) tersebut. Epos ini dimulai dengan gambaran kekejaman penjajah yang memperbudak masyarakat Lampung. Kasta dan "previllage" dimanfaatkan Belanda untuk mengeruk kekayaan rempah-rempah di Bumi Lampung. Perbudakan yang kejam dan membuat masyarakat hancur digambarkan dengan jeli oleh Teater 1 melalui erangan, geleparan, karung-karung berisi potongan tubuh manusia, hingga orang hilir mudik dalam posisi membungkuk. Kesengsaraan masyarakat diperparah dengan sikap para bangsawan yang hidup bergelimang harta dan pe...

Motif Kain Kapal Lampung Menyambut di "Gerbang Kota" Amsterdam

Motif tradisional khas Lampung, yakni Kain Kapal, menjadi insipirasi seni instalasi di Centraal Station yang merupakan "gerbang kota" Amsterdam di Belanda. Kemunculan kekayaan tradisi Lampung di Benua Biru ini bermula dari foto yang diunggah oleh Robert Van Den Bos, Direktur Eppax Performing Arts (Belanda) di akun Facebook miliknya pada 27 Agustus 2020 lalu. “The new Amsterdam subway station tiled with a traditional Indonesian Palepai (ship cloth) from the Lampung Province in Sumatera – Indonesia,” tulis Robert dalam akun Facebook. Dari foto Robert, seni instalasi tersebut terlihat ditampilkan di pintu masuk stasiun yang juga terkenal sebagai galeri seni dan "pintu gerbang" Amsterdam.  Motif khas Kain Kapal berupa border (batas) yang terdiri dari tiga lapis dan motif utama berupa jung atau kapal dengan ciri bentuk tegas dan bersiku mendominasi seni instalasi tersebut. Motif utama lain dari Kain Kapal juga diberi porsi besar, yakni unsur bentuk manusia, tumbuhan dan ...

“Load”, Keseimbangan Gender Suku Pepadun Mencari Jawaban di Zurich

Musim panas masih berlangsung di Eropa. Namun cuaca di Rote Fabrik, Wollishofen, Zurich, seperti sudah memasuki musim gugur. Ditambah embusan angin dari Telaga Zurich, siapa pun yang salah kostum, harus menanggung akibatnya. Salah satunya adalah Ayu Permata Sari dan Nia Agustina. Ayu, penari kelahiran Lampung itu, beberapa kali membetulkan kerudungnya. Sementara Nia, dramaturg-nya, juga sibuk menata sweater tenunan Sumba. Kendati demikian, Swiss, negara dengan bentang alam indah namun kerap dikerkahi cuaca kurang bersahabat itu, tidak membuat utusan Indonesia dalam ajang bergengsi di Zurich Theater Spektakel itu, kehilangan keramahannya. Keduanya dengan sabar melayani beberapa komunitas Indonesia yang menemuinya, empat jam sebelum pentas perdananya. Beberapa orang lokal yang menyapanya, juga disambutnya dengan keramahan Indonesia. Load, judul tarian tunggal yang dimainkan Ayu, memang pertama kali akan dipentaskan di Zurich. Tiga hari berturut turut, dari 26 sampai dengan 28 Agustus 202...